Pages

11 Juni 2014

Seputar Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (UP/TUP)

Dalam mekanisme pengeluaran Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dikenal mekanisme pengeluaran langsung dan pengeluaran melalui uang persediaan. Artikel berikut membahas seputar Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan secara sederhana sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh pengelola keuangan/perbendaharaan satuan kerja mitra kerja KPPN.
 Peraturan Petunjuk Teknis:
  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar.
  2. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-08/PB/2009 tentang Penambahan dan Perubahan Bagan Akun Standar.
  3. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  4. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 11 tentang Perubahan Atas PER-66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Uang Persediaan (UP) dan Tambahan Uang Persediaan (TUP)
  • Uang Persediaan yang selanjutnya disebut UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.
  • Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TUP adalah uang yang diberikan kepada satker untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam satu bulan melebihi pagu UP yang ditetapkan.
  • Kepada setiap satker dapat diberikan Uang Persediaan.
  • Dalam hal penggunaan UP belum mencapai 75%, sedangkan satker yang bersangkutan memerlukan pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, satker dimaksud dapat mengajukan TUP.
  • Penggunaan UP/TUP menjadi tanggung jawab Bendahara Pengeluaran.
  • Untuk membantu pengelolaan Uang Persediaan pada kantor/satker di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga, kepala satker dapat menunjuk Pemegang Uang Muka. Dalam pelaksanaan tugasnya Pemegang Uang Muka bertanggung jawab kepada BendaharaPengeluaran.
  • Bendahara pengeluaran dapat membagi uang persediaan kepada beberapa PUM. Apabila diantara PUM telah merealisasikan penggunaan UP-nya sekurang-kurangnya 75%, Kuasa PA/ pejabat yang ditunjuk dapat mengajukan SPM GUP bagi PUM berkenaan tanpa menunggu realisasi PUM lain yang belum mencapai 75%.
  • Bendahara Pengeluaran melakukan pengisian kembali UP (revolving) sepanjang masih tersedia dana dalam DIPA.
  • Bagi bendahara yang dibantu oleh beberapa PUM, dalam pengajuan SPM-UP diwajibkan melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing PUM.
  • Sisa UP yang masih ada pada bendahara pada akhir tahun anggaran harus disetor kembali ke Rekening Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan. Setoran sisa UPdimaksud, oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian UP sesuai MAK yang ditetapkan.
UP dapat diberikan setinggi-tingginya:
  • 1/12 (satu per duabelas) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja barang dan belanja lain-lain yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pagu sampai dengan Rp. 900.000.000 (sembilan ratus jutarupiah);
  • 1/18 (satu per delapan belas) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja barang dan belanja lain-lain yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu diatas Rp. 900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah);
  • 1/24 (satu per duapuluh empat) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja barang dan belanja lain-lain yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu diatas Rp. 2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.6.000.000.000 (enam miliar rupiah);
  • 1/30 (satu per tiga puluh) dari pagu DIPA menurut klasifikasibelanja barang dan belanja lain-lain yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagudiatas Rp. 6.000.000.000 (enam miliar rupiah);
  • Perubahan besaran UP di luar ketentuan diatas ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan untuk perubahan besaran UP menjadi setinggi-tingginya Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, untuk perubahan besaran UP di atas Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pemberian TUP
  • Kepala KPPN dapat memberikan TUP sampai dengan jumlah Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP bagi instansi dalam wilayahpembayaran KPPN bersangkutan.
  • Permintaan TUP di atas Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) untuk klasifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP harus mendapat dispensasi dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan.
Syarat untuk mengajukan TUP:
  1. Untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda;
  2. Digunakan paling lama satu bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan.
  3. Apabila tidak habis digunakan dalam satu bulan sisa dana yang ada pada bendahara, harus disetor ke Rekening Kas Negara kecuali mendapatkan dispensasi perpanjangan waktu pertanggungjawaban Tambahan UP lebih dari satu bulan dari Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan; 
Penggunaan UP dan TUP
UP dan TUP dapat digunakan untuk akun-akun:
  • Belanja Barang (akun 52);
  • Belanja Modal (akun 53) untuk pengeluaran honor tim, Alat Tulis Kantor (ATK), perjalanan dinas, biaya pengumuman lelang,pengurusan surat perijinan dan pengeluaran lain yang tidakdapat dilakukan dengan pembayaran langsung dalam rangka perolehan aset;
  • Belanja lain-lain (akun 58).
  • Akun-akun selain 52, 53 dan 58 dapat diberikan pengecualian oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan (untuk DIPA Pusat) dan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat (untuk DIPA yang ditetapkan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan).
  • Pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu rekanan tidak boleh melebihi Rp.20.000.000 (dua puluh juta rupiah), kecuali untuk pembayaran honor dan perjalanan dinas.
Syarat SPM UP/TUP menjadi SP2D:
  1. SPM UP/Tambahan UP diterbitkan dengan menggunakan kode kegiatan untuk rupiah murni 0000.0000.825111, pinjaman luar negeri 9999.9999.825112, dan PNBP 0000.0000.825113.
  2. Untuk UP, satker menyampaikan SPM-UP hasil dari Aplikasi SPM berdasarkan DIPA masing-masing.
  3. Untuk TUP, satker menyampaikan SPM-TUP hasil dari Aplikasi SPM dengan dilampiri Surat Persetujuan TUP.
Dalam mengajukan Surat Persetujuan TUP, satker menyampaikan dokumen-dokumen sebagai berikut:
  1. Rincian Rencana Penggunaan Dana untuk kebutuhan mendesak dan riil serta rincian sisa dana MAK yang dimintakan TUP. (Rincian sisa dana MAK yang dimintakan TUP dapat dicetak dari aplikasi SPM Menu Pagu lalu Cetak List)
  2. Rekening Koran yang menunjukkan saldo terakhir.
  3. Surat Pernyataan bahwa kegiatan yang dibiayai tersebut tidak dapat dilaksanakan/dibayar melalui penerbitan SPM-LS.
Pertanggungjawaban UP/TUP
Pertanggungjawaban (Penggantian) UP:
Satker mempertanggungjawabkan UP dengan mengajukan dokumen-dokumen:
  1. SPM-GU
  2. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB);
  3. Fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilegalisir oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk, untuk transaksi yang menurut ketentuan harus dipungut PPN dan PPh.
Pertanggungjawaban (Penihilan) TUP:
  1. SPM-GU NIHIL
  2. Pada kolom pengeluaran pada SPM-GU NIHIL menggunakan akun yang sesuai dengan kode asal dana saat mengajukan SPM TUP sebelumnya yaitu untuk rupiah murni 815111, pinjaman luar negeri 815112, dan PNBP 815113.
  3. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB);
  4. Fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilegalisir oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk, untuk transaksi yang menurut ketentuan harus dipungut PPN dan PPh;
  5. Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) apabila dana TUP tidak habis digunakan dalam masa penggunaan TUP selama satu bulan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar